Rabu, 08 Oktober 2014

ungkapan masyarakat jawa dan pewayangan


         Ungkapan bahasa Jawa merupakan alat pengungkap pikiran atau perasaan masyarakat Jawa, ungkapan tradisional jawa yakni semacam paribasan, yang bagi masyarakat Jawa merupakan kebijaksanaan lokal suatu warisan yang dapat dipergunakan sebagai pathokan bagi tingkah laku sesorang.

A.  jenis-jenis ungkapan dalam masyarakat jawa.

1. Paribasan
Paribasan yaitu suatu bentuk peribahasa Jawa dengan kalimat yang selalu konsisten tanpa perumpamaan yang berbelit, kias yang digunakan tidak menunjukkan hal yang berbeda sifatnya.
Contoh sebuah paribasan.
·         Ana gula ana semut, artinya suatu tempat yang banyak menghasilkan rezeki pasti banyak orang yang datang ke tempat tersebut.
·         Arep jamure emoh watange, artinya seseorang yang mau enaknya tetapi tidak mau sengsaranya.
·         Mendhem jero mikul dhuwur, artinya Mendhem: memendam; jero: dalam; mikul: memikul; dhuwur: tinggi. “Memendam (yang) dalam, memikul (mengangkat yang) tinggi”. Melupakan atau menyimpan rahasia; kejelekan orang tua, keluarga, masyarakat; dan mengharumkan nama baik, jasa, orang tua, keluarga dan masyarakat.

2. Bebasan
Bebasan yaitu kata-kata yang tetap penggunaannya, mempunyai arti kiasan, mengandung pengertian persamaan. Adapaun hal yang dipersamakan adalah keadaan atau sifat dari orang (atau benda). Orang atau bendanya terbawa ke dalam persamaan tersebut, tetapi yang lebih diperhatikan adalah keadaannya.


Contoh sebuah bebasan:
·         Ngenteni kumambange watu sileming gabus, artinya menanti sesuatu yang tidak akan pernah tercapai atau penantian yang sia-sia 
·         Kencana katon wingka, artinya Kencana : emas; katon: tampak; wingka: pecahan genting (kreweng). “Emas tapi tampak seperti pecahan genting”. Orang yang mulia atau bermartabat tetapi tampak sederhana. Bisa juga menggambarkan orang yang dulu dicintai tetapi sekarang tidak lagi. 
·         Urip mung mampir ngombe, artinya Urip: hidup, kehidupan; mung: hanya; ngombe: minum. “Orang hidup, (sebenarnya hanya) singgah (untuk) minum”. Orang hidup di alam fana hanyalah sebentar, nantinya akan hidup di alam yang baka yang lama. 
3. Saloka
Saloka diartikan sebagai kata-kata yang tetap penggunaannya, mempunyai arti kiasan, mengandung pengertian persamaan. Yang dipersamakan adalah orangnya. Sudah tentu watak atau keadaannya juga terbawa, tetapi yang lebih diperhatikan adalah orangnya.
Contoh sebuah saloka:
·         Jangkrik nguntal sepur, artinya suatu keinginan yang tidak sesuai dengan kemampuanya
·         Gajah alingan teki, artinya orang besar bertumpu masalah kepada orang kecil.
·         Kebo nusu gudel, artinya Kebo : kerbau; nusu : menyusu;  gudel: anak kerbau. “Kerbau menyusu (pada) anaknya”. Menunjukkan, bahwa orang tua meminta (uang, harta, ilmu) pada anaknya, atau guru yang juga belajar dari (bekas) muridnya.


B. Ungkapan yang terdapat dalam sebuah pakeliran wayang purwa
Dalam pertunjukan wayang kulit purwa, penggolongan ungkapan di atas dapat dilihat  pada janturan, pocapan, ginem. Contoh dalam pertunjukan wayang kulit purwa diuraikan sebagai berikut.

a)                  Paribasan
§  Aswatama: wah toblas-toblas, hiyo kakang janaka tak trima dadaku kutah ludira, ning kowe aja girang-girang gumuyu. dandang tak unekake kuntul, kuntul muni dandang. (Purbo Asmoro dalam palguna-palgunadi kaset No 7) adalah mempunyai makna bahwa aswatama akan mengadu domba arjuna dengan palgunadi dengan cara hal yang sebenarnya akan dikatakan tidak sebenarnya dan hal yang bukan sebenarnya akan dikatakan itu yang sebenarnya.

b)                  Bebasan
§  Karna: Yayi, ciklu-ciklu jambul uwanen anggen kula puruhita ing ngarsa paduka prabu idheping tekad namung badhe nyengkuyung hadeke prabu duryudana anggenipun nyakrawati mbahudenda ndepani bumi ngastina namung nyatanipun dinten mangke nabok nyilih tangan gutuk lor kena kidul badhe nindakaken pepejah. (purbo asmoro dalam palguna-palgunadi kaset no 3) nabok nyilih tangan adalah bebasan yang artinya berbuat buruk dengan menyuruh orang lain yang melakukanya.

c)                  saloka
§  Burisrawa: anggonku kepingin sesandingan lawan mbok mbadra kaya cecak nggayuh lintang. (naskah pakeliran lakon parta krama) cecak nggayuh lintang adalah saloka yang mempunyai arti bahwa keinginanya tidak mungkin terkabul karena tidak seimbang dengan kemampuan yang dimilikinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar